Pada saat ini kita banyak melihat para generasi muda
yang lebih tertarik sejarah bangsa lain dan sekaligus mencintai budayanya dibanding dengan sejarah dan budaya bangsanya sendiri. Mereka melakukan peniruan gaya hidup, cara berpakaian, bahasa dan pola
pikir. Terbukti dengan semakin maraknya kelompok kelompok anak muda yang mengidolakan
artis luar negeri, membuat kelompok pecinta budaya negara lain bahkan sampai
tidak kita sadari bahwa banyak kebiasaan
dan budaya luar telah mempengaruhi gaya hidup anak muda kita seperti
Valentine Days, Haloween dll.
Akan menjadi suatu tantangan bagi guru guru yang
mengajar sejarah selama ini, untuk menjadikan pelajaran Sejarah Indonesia
disenangi para anak didiknya sehingga akan tumbuhlah para generasi muda yang
mau mempelajari dan mencintai sejarah bangsanya ditengah keterbukan informasi
dan globalisasi. Bagaimana kita membangkitkan rasa cinta terhadap sejarah bangsa
kita sendiriadalah dengan menciptakan rasa senang yang secara otomatis dengan
rasa senang itulah mereka mau belajar sehingga kemampuan berpikir kritis bisa
terbentuk.
Disaat beberapa orang sudah mulai meragukan keampuhan
dari kurikulum 2013, ternyata banyak pesan mulia didalamnya. Diantaranya kita sudah
disadarkan akan keberadaan pelajaran Sejarah Indonesia yang selama ini dijadikan
pelajaran adaptif yang digabungkan
dengan pembelajaran lain seperti sosiologi dan ekonomi dibawah mata pelajaran
IPS, sekarang menjadi mata pelajaran wajib kelompok A, di setiap tingkatan
kelas menengah atas. Ini menandakan pemerintah berharap dapat membentuk karakter siswa
melalui peningkatan rasa tanggung jawab dan peduli terhadap budaya dan sejarah
Indonesiaka, supaya para generasi muda kelak akan menyadari bahwa mereka bagian dari
bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air.
Dengan adanya kurikulum 2013 ini pembelajaran sejarah
Indonesia menggunakan pendekatan saintifik yang berarti cara pandang
pembelajaran sejarah bukan hanya
terbatas pada hafalan semata tetapi para siswa diajak untuk mengamati peristiwa
peristiwa di masa lalu dengan disertai
kemampuan menganalisa kaitan suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya dengan kacamata kekinian
yang mereka miliki.
Hal ini akan lebih menarik minat mereka karena kajian pembelajaran
sejarah akan mereka bisa pahami dari
berbagai sudut pandang. Ditambah lagi dengan penyajian metode belajar yang
menarik, salah satunya metode belajar Project Base Learning (PBL) dimana mereka
bisa membuat proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai materi.
Disamping itu gaya belajar yang berbeda satu sama lain menjadikan mereka lebih aktif dalam mengeksplorasi kemampuan
belajar dan pencarian informasi, yang tentunya guru sebagai fasilitator harus
siap menfasilitasi rasa keingintahuan mereka. Oleh karena itu kekuatan jejaring
antar para guru sejarahpun sangatlah diperlukan untuk sarana bertukar
informasi, pengetahuan dan peningkatan kualitas mengajar. Begitu juga sarana
dan prasarana mengajar sebagai penunjang dalam pembelajaran sejarah Indonesia
perlu diperhatikan supaya pembelajaran lebih menarik dan bisa mengimbangi
perkembangan teknologi.
Berketepatan
dengan diberlakukannya kurikulum 2013 mari kita jadikan hal ini sebagai suatu
babak baru dalam kebangkitan kepedulian akan
sejarah Indonesia bagi para generasi muda. Tantangan masa depan tentu
akan semakin menuntut mereka menjadi orang orang yang mampu menganalisa masalah
dengan berpikir kritis dan belajar dari peristiwa peristiwa sejarah yang sudah
terjadi. Ini sejalan dengan kutipan kata bijak dari pendiri negara kita
Presiden Soekarno “Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta!
Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca bengala dari pada
masa yang akan datang”.
Rabu, 04 Desember 2013
Sabtu, 16 November 2013
Ada apa dengan "Pendidikan Kita"....?
Ada apa dengan "Pendidikan Kita"....?
Miris sekali melihat seorang polisi membawa senjata laras
panjang, menjaga distribusi soal-soal Ujian Nasional di salah satu stasiun TV.
Apakah perlu senjata untuk menjadikan generasi penerus bangsa ini menjadi
pintar, rasa takut yang berlebihankah yang membuat semua orang meningkatkan
kewaspadaan luar biasa ini?
Nilai kejujuran dipertaruhkan disana, dimana semua pihak
menunjukkan keseriusan bahwa istilah kebocoran soal itu tidak ada, kalaupun ada
mungkin itu hanya sekedar orang yang iseng meyusun abjad A s/d E dari no 1 s/d
50.
Seandainya bagsa ini bisa melihat ke belakang, dimana bangsa
ini membangun kesadaran pendidikan dari ketertindasan penjajah dan para
cendekiawan muda yang memperjuangkan untuk mendapatkan pendidikan yang layak
untuk warga negara indonesia. Menangis kah mereka kalau mereka melihat bahwa
sekarang pendidikan kita dijajah oleh bangsanya sendiri dengan satu macam
sistem standarisasi yang tidak mengenal istilah daerah tertinggal atau
kompetensi guru dan siswa di daerah lain.
Kenapa saya menggunakan istilah “menjajah” karena pada
kenyataannya para siswa siswi kita “takut” menghadapi ujian nasional itu,
terbukti dengan adanya istighosah bersama, stress, malah ada yang sengaja
berdoa disebuah makam yang dituakan dengan berbekal air putih.
Kenapa kita harus belajar bahasa Inggris selama 6 tahun,
belajar matematika 12 tahun, belajar bhs. Indonesia 12 tahun, ilmu alam 12 th,
ilmu” sosial 12 th dan ilmu” lainnya.
Yang paling lucunya setelah mempelajari dalam kurun waktu belasan
tahunan itu, mereka tidak menjadi ahli
di bidangnya. Malah ada yang ngambil kursus ditambah bimbingan belajar lagi di
luar jam sekolah.
Ada apa dengan sistem pendidikan kita ? ketika setiap orang sudah mulai disibukkan
dengan pembentukan karakter bangsa, maka dimasukkan nilai nilai seperti
kejujuran, sikap, keagamaan dll, dan itu tidak mengurangi mata pelajaran
utama. Jadi bertambah banyaklah mata
pelajaran yang harus dikuasai seorang siswa.
Kuncinya mungkin hanya satu yaitu menjadikan pola pikir yang
asalnya hanya mengikuti sistem sesuai tingkatan pendidikan, diganti dengan pola pikir bahwa belajar itu tidak berbatas
dan setiap orang berhak untuk mendapatkan percepatan waktu dalam menempuh
pendidikannya. Kalau perlu mereka bisa memiliki silabusnya, sehigga mereka bisa
menentukan sendiri kapan mereka bisa
mecapai kompetensi yang diharapkan.
Langganan:
Postingan (Atom)